saya sering berfikir tentang perbedaan pelaksanaan dalam
perbankkan yang kebetulan saya pernah menjadi bagian (sebagai karyawan
bank syariah) Pada dasarnya operasi Bank Syariah (Bank Islam) tidak jauh
berbeda dengan bank konvensional (bank komersil/umum) yaitu sebagai
lembaga perantara. Bank Syariah berperan sebagai lembaga perantara
antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang
mengalami kelebihan dana dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan
dana. Melalui bank kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada
pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.
Bank
berbasis bunga melaksanakan peran tersebut melalui kegiatannya sebagai
peminjam dan pemberi pinjaman. Para pemilik dana tertarik untuk
menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan.
Demikian pula bank memberikan pinjaman kepada pihak-pihak yang
memerlukan dana berdasarkan kemampuan mereka membayar tingkat bunga
tertentu. Hubungan antara bank dengan nasabahnya adalah hubungan antara
kreditur dengan debitur.
Berbeda
dengan bank konvensional, hubungan antara bank syariah dengan
nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan
hubungan kemitraan penyandang dana dengan pengelola dana. Oleh karena
itu, tingkat laba bank syariah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat
bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap
bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpan dana. Dengan
demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai
penyimpan harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik akan sangat
menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga perantara dan kemampuannya
menghasilkan laba.
Aktivitas
keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat
modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan dua ajaran
Al Qur’an yaitu:
Prinsip
At Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama di antara
anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al
Qur’an :
“….dan
tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketaqwaan,
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS
5:2).
Prinsip
menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya
menganggur yang tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi
masyarakat umum, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu…” (QS 4:29).
Perbedaan
pokok antara perbankan islam dengan perbankan konvensial adalah adanya
larangan riba (bunga) bagi perbankan islam. Bagi islam riba dilarang,
sedang jual beli (al bai’) dihalalkan.
Oleh
karena itu mekanisme operasional perbankan syariah dijalankan dengan
menggunakan dengan piranti-piranti keuangan yang mendasarkan pada
prinsip-prinsip berikut ini:
Prinsip bagi hasil:
1. Mudharabah
Yaitu
bank memberikan modal, para nasabah bank memberikan keahlian mereka,
sedangkan keuntungan dibagi menurut rasio yang disetujui.
Ada dua tipe mudharabah, yaitu mutlaqah (tidak terikat) dan muqayyadah (terikat).
Mudharabah
mutlaqah: pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola
untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan
menguntungkan pengelola bertanggung jawab untuk mengelola usaha sesuai
dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
Mudharabah
muqayyadah: pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada
pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat,
jenis usaha dan sebagainya. Pengelola menggunakan modal tersebut dengan
tujuan yang dinyatakan secara khusus, yaitu untuk menghasilkan
keuntungan.
2. Murabahah
Dengan
operasi murabahah, para klien bank membeli satu komoditi menurut
rincian tertentu dan menghendaki agar bank mengirimkannya pada mereka
berdasarkan imbuhan harga teretentu menurut persetujuan mula antara
kedua pihak.
3. Musharakah
Dengan
musyarakah, baik bank maupun klien menjadi mitra usaha dengan
menyumbang modal dalam berbagai tingkatan dan mencapai kata sepakat atas
rasio laba dimuka untuk sesuatu waktu tertentu.
b. Prinsip Jual Beli (Al Bai’)
Pengertian
jual beli meliputi berbagai akad pertukaran antara suatu barang dan
jasa dalam jumlah tertentu atas barang dan jasa lainnya. Penyerahan
jumlah atau harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan dengan segera
ataupun secara tangguh. Oleh karenanya, untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan syarat-syarat Al Bai’ menyangkut berbagai tipe jual beli
tangguh.
Akad berarti perikatan, perjanjian atau permufakatan. Setiap akad harus memenuhi unsur-unsur pokok (rukun akad), yaitu:
Sighat (ijab qabul): ijab berarti pernyataan melakukan ikatan dan qabul berarti pernyataan menerima ikatan.
• Muta’aqidaani yaitu pihak-pihak yang berakad
• Ma’qud fiih (obyek akad).
Sebelum
terjadi ikatan, masing-masing pihak boleh mengajukan syarat-syarat
asalkan dapat diterima oleh akal sehat. Akad yang shahih (cukup rukun
dan syaratnya) berlaku dan mengikat, sebaliknya akad yang tidak shahih
(kekurangan rukun dan syaratnya) tidak berlaku dan tidak mengikat.
c. Macam-Macam Jual Beli
Dalam
fiqh muamalah, telah diidentifikasi dam diuraikan macam-macam jual
beli, termasuk jenis jual beli yang dilarang umat islam. Macam atau
jenis jual beli itu antara lain:
1. Bai’
al mutlaqah yaitu pertukaran barang atau jasa dengan uang. Uang
berperan sebagai alat tukar. Jual beli semacam ini menjiwai semua
produk-produk lembaga keuangan yang didasarkan atas prinsip jual beli.
2. Bai’
al muqayyadah yaitu jual beli dimana pertukaran terjadi antara barang
dengan barang (barter). Aplikasi jual beli semacam ini dapat dilakukan
sebagai jaln keluar bagi transaksi eksport yang tidak dapat menghasilkan
valuta asing (devisa). Karena itu dilakukan pertukaran barang dengan
barang yang dinilai dalam valuta asing. Transaksi semacam ini lazim
disebut counter trade.
3. Bai’
al sharf yaitu jual beli atau pertukaran antara satu mata uang asing
dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah denga dolar, dolar
dengan yen dan sebagaimya. Mata uang asing yang diperjual belikan itu
dapat berupa uang kartal (bank notes) atau berupa uang giral (telegrafic
transfer atau mail transfer).
4. Bai’
al murabahah adalah akad jual beli barang tertentu dalam transaksi jual
beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual
belikan, ternasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
5. Bai’ al musawamah adalah jual beli biasa, dimana penjual tidak memberi tahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
6. Bai’
al muwadha’ah yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan
harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan
(discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk
barang-narang atau aktifa tetap yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
7. Bai’
as salam adalah akad jual beli dimana pembeli membayar uang (sebesar
harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan
barang yang diperjual belikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada
tanggal yang disepakati. Bai’ as salam biasanya dilakukan untuk
produk-produk pertanian jangka pendek.
8. Bai’
al istishna’ hampir sama dengan bai’ as salam yaitu kontrak jual beli
dimana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tetapi dapat
diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama,
sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian.
Diantara
jenis-jenis jual beli tersebut, yang lazim digunakan sebagai modal
pembiayaan syariah adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bai al
murabahah, bai’ as salam dan bai’ al istishna’.
d. Prinsip Sewa dan Sewa-Beli
Sewa
(ijarah) dan sewa-beli (ijarah wa iqtina’ atau disebut juga ijarah
muntahiyah bi tamlik) oleh para ulama dianggap sebagai model pembiayaan
yang dibenarkan oleh syariah islam. Al ijarah atau sewa adalah kontrak
yang melibatkan suatu barang (sebagai harga) dengan jasa atau manfaat
atas barang lainnya. Prinsip sewa dan sewa beli adalah sebagai berikut:
Prinsip qard
Qard
adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan.
Dalam literatur fiqih, qard dikategorikan sebagai akad tathawwu’, yaitu
akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.
Bank
juga dapat menggunakan akad ini sebagai produk pelengkap untuk
memfasilitasi nasabah yang membutuhkan dana talangan segera untuk jangka
waktu yang sangat pendek.
Prinsip al wadi’ah
Wadi’ah
menurut bahasa adalah sesuatu yang diletakkan pada yang bukan
pemiliknya untuk dijaga. Dengan demikian maka pengertian istilah wadi’ah
adalah akad antara pemilik barang (mudi’) dengan penerima titipan
(wadi’) untuk menjaga harta/modal (ida’) dari kerusakan atau kerugian
dan untuk keamanan harta. Ada dua tipe wadi’ah, yaitu:
1. Wadi’ah yad amanah
Adalah
akad titipan dimana penerima titipan adalah penerima kepercayaan,
artinya ia tidak harus mengganti segala resiko kehilangan atau kerusakan
yang terjadi pada asset titipan, kecuali bila hal itu terjadi karena
akibat kelalaian yang atau kecerobohan yang bersangkutan atau bila
status titipan telah berubah menjadi wadi’ah yad dhamanah.
2. Wadi’ah yad dhamanah
Adalah
akad titipan dimana penerima titipan adalah penerima kepercayaan
sekaligus penjamin keamanan asset yang dititipkan. Penerima simpanan
bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang
terjadi pada asset titipan tersebut.
e. Penggunaan Dana Bank Syariah
Alokasi penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting dari aktifa bank yaitu:
1. Aktifa yang menghasilkan
2. Aktifa yang tidak menghasilkan
Aktifa yang menghasilkan adalah berupa infestasi dalam bentuk:
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli
Penbiayaan berdasarkan prinsip sewa
Surat-surat berharga syariah dan infestasi lainnya
Aktifa yang tidak menghasilkan terdiri dari:
Aktifa dalam bentuk tunai
Aktifa
dalam bentuk tunai terdiri dari uang tunai dalam vault, cadangan
likuiditas yang harus dipelihara pada bank central, giro pada bank dan
barang-barang tunai lainnya yang masih dalam proses penagihan.
Qard (pinjaman)
Pinjaman
Qard al hasan adalah salah satu kegiatan bank syariah dalam mewujudkan
tanggung jawab sosialnya sesuai dengan ajaran islam. Untuk kegiatan ini
bank tidak memperoleh penghasilan karena bank dilarang untuk meminta
imbalan apapun dari para penerima qard
Penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris
Penanaman
dana dalam bentuk ini juga tidak menghasilkan pendapatan bagi bank,
tetapi merupakan kebutuhan bank untuk memfasilitasi pelaksanaan fungsi
kegiatannya. Fasilitas ini terdiri dari bangunan gedung, kendaraan, dan
peralatan lainnya yang dipakai oleh bank dalam rangka penyediaan layanan
kepada nasabahnya.
Jadi sumber pendapatan bank syariah terdiri dari :
• Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah
• Keuntungan atas kontrak jual beli
• Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina, dan
• Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya
f. Sumber-Sumber Sana Bank Syariah
Pertumbuhan
setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya
menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar dengan masa
pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, masalah bank yang
paling utama adalah dana. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat
berbuat apa-apa, atau dengan kata lain bank menjadi tidak berfungsi sama
sekali.
Dana
adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk
tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai.
Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal
dari pemilik bank itu sendiri, tapi berasal dari titipan atau penyertaan
dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada satu saat
tertentu akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara
berangsur-angsur.
Sumber dana bank syariah terdiri dari:
1. Modal inti
Adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Modal inti terdiri dari:
Modal yang disetor oleh para pemegang saham, hal ini dikarenakan sumber utama dari modal perusahaan adalah saham.
Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian dikemudian hari.
Laba
ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para
pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat
umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.
2. Quasi ekuitas (mudharabah account)
Bank
menghimpun dana bagi hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad
kerja sama antara pemilik dana dengan pengusaha untuk melakukan suatu
usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan
bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antar keduanya
dengan perbandingan yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian finansial
menjadi beban pemilik dana, sedangkan pengelola tidak memperoleh
imbalan atas usaha yang dilakukan.
Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai pengusaha, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:
• Rekening investasi umum
• Rekening investasi khusus
• Rekening tabungan mudharabah
3. Titipan (wadi’ah) atau simpanan tanpa imbalan
Dana
titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang
umumnya berupa giro atau tabungan. Motivasi utama orang menitipkan dana
pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan
untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu.
semoga tulisan ini bermanfaat ",dan bank syariah (islam bisa menjadi bank konvensional terkemuka di dunia pada umumnya dan
bermanfaat untuk umat islam pada khususnya ) selamat bergabung dan
menabung "yuk" di bank syariah "dan sosialisasikan pada masyarakat "dlm
menunjang kebutuhan perbankkan dan dalam penyimpan serta melakukan transaksi perputaran uang ".
"budayakan menabung di bank syariah dgn pola hidup yg sar "i
kini saatnya umat islam maju dan beralih kebank yg syariah ....!